Tangan Bengkak setelah Operasi Kanker Payudara? Ini Solusinya!
Limfedema adalah pembengkakan yang umumnya terjadi di daerah lengan, kaki, atau wajah yang disebabkan oleh tumpukan cairan getah bening akibat tersumbatnya pembuluh getah bening. Limfedema adalah salah satu komplikasi yang dialami oleh pasien paska terapi kanker.
Risiko berkembangnya limfedema tergantung pada jenis operasi yang dilakukan, faktor risiko pasien seperti obesitas atau penambahan berat badan setelah operasi, faktor pengobatan seperti radiasi atau beberapa jenis kemoterapi, dan komplikasi setelah operasi.
Apa itu getah bening?
Cairan getah bening yang sebagian besar mengandung protein dan sel darah putih (sel darah yang melawan infeksi) merupakan salah satu bagian dari sistem limfatik atau sistem pertahanan tubuh dalam membasmi infeksi.
Dalam menjalankan fungsinya, cairan getah bening (cairan limfe) akan beredar di dalam pembuluh getah bening. Ketika terjadi kerusakan pembuluh getah bening, aliran cairan getah bening akan tersumbat dan mengakibatkan pembengkakan di bagian tubuh tertentu.
Baca juga: Sadari kanker payudara sebelum terlambat
Faktor risiko limfedema
Seseorang yang menjalani operasi besar, termasuk pengangkatan kelenjar getah bening dan yang menjalani terapi radiasi di lokasi di mana terdapat kelenjar getah bening, memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami limfedema.
Limfedema dapat muncul 2 sampai 3 tahun pasca operasi. Namun harus diingat bahwa risiko tetap ada seumur hidup dan risiko akan meningkat akibat cedera pada anggota badan.
Gejala limfedema
Gejala awal akan dirasakan oleh anggota tubuh atau jaringan yang diterapi, seperti:
- Pembengkakan pada lengan atau kaki.
- Sensasi berat atau rasa nyeri yang tidak nyaman pada lengan atau kaki.
- Kulit di area tersebut terasa kencang.
- Mati rasa atau kesemutan.
- Mudah merasa lelah pada lengan atau kaki.
- Pengerasan dan penebalan kulit (fibrosis kulit).
Segera konsultasikan dengan dokter spesialis bedah onkologi jika mengalami gejala ini. Mengenali dan menjalani terapi sejak dini dapat mencegah perburukan gejala dan mengurangi keparahan.
Dampak limfedema
Meskipun limfedema biasanya bukan kondisi yang mengancam jiwa, limfedema dapat berdampak besar pada kualitas hidup pasien, seperti:
-
Setelah operasi kanker payudara, memiliki lengan yang bengkak dapat meningkatkan kekhawatiran tentang tampilannya.
-
Jika limfedema mempengaruhi kemampuan untuk menggunakan lengan atau kaki, ini menghambat aktivitas sehari-hari dan mempengaruhi kualitas hidup.
-
Limfedema dapat mengurangi penyembuhan jaringan dan terkadang menyebabkan nyeri kronis.
-
Lengan dengan limfedema dapat menyebabkan selulitis, infeksi kulit yang memerlukan antibiotik dan kemungkinan rawat inap.
Tindakan bedah untuk limfedema
Dalam beberapa kasus, prosedur pembedahan dapat membantu memperbaiki drainase limfatik
-
Lymphaticovenous Anastomosis/Anastomosis vena limfatik (LVA) adalah tindakan intervensi bedah mikro di mana beberapa pembuluh limfatik dihubungkan ('beranastomosis') ke vena kecil di dekatnya.
Dengan menghubungkan pembuluh limfatik yang masih berfungsi ke vena kecil, LVA mem-by pass/melewati pembuluh limfatik yang rusak. Tujuan LVA adalah untuk mendorong kelebihan cairan getah bening yang terakumulasi di jaringan untuk kembali pada sistem peredaran darah di lengan itu sendiri.
Prosedur ini dapat dilakukan pada saat operasi pengangkatan kelenjar getah bening untuk mencegah limfedema dan bersamaan dengan pengangkatan massa tumor / kanker payudara.
-
Transplantasi kelenjar getah bening – Ini adalah operasi di mana kelenjar getah bening yang sehat dikeluarkan dari satu area tubuh dan ditransplantasikan ke anggota tubuh dengan limfedema. Kelenjar getah bening ini dapat membangun kembali sirkulasi limfatik anggota badan dan memperbaiki gejala.
Alat: Kinevo 900
Mikroskop dengan sistem visualisasi robotik yang mengkombinasikan teknologi visualisasi optik dan digital. Mikroskop ini mendukung performa dokter bedah dalam melakukan prosedur pembedahan yang melibatkan pembuluh darah, limfe, dan saraf termasuk pembedahan LVA dan operasi tumor atau kanker.
Penanganan kanker payudara di Mayapada Hospital Jakarta Selatan
Kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak no 1 di Indonesia dan tersering pada wanita. Kanker payudara dapat menimpa segala usia. Oleh karena itu penting bagi setiap wanita untuk waspada dan melakukan pemeriksaan deteksi dini mulai usia 18 tahun dan dilakukan secara berkala.
Diagnosis kanker payudara ditentukan oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi biopsi jaringan benjolan di payudara.
“Dokter spesialis patologi anatomi memberikan laporan pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis spesimen biopsi. Laporan tersebut menjelaskan apakah ada lesi non kanker, lesi pre kanker, atau sel kanker. Pada spesimen kanker payudara, seorang ahli patologi juga dapat memberikan informasi terkait ada atau tidaknya reseptor hormonal positif atau penanda lain pada sel kanker pasien, guna membantu klinis menentukan rencana terapi yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien,” ujar dr. Rizky Ifandriani Putri, Sp.PA, Dokter Spesialis Patologi Anatomi Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS).
“Kejadian limfedema pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena banyak menimpa pasien paska operasi kanker payudara,” kata dr. Bayu Brahma, SpB(K)Onk, Dokter Spesialis Bedah Konsultan Onkologi Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS).
dr. Bayu juga menambahkan bahwa “Sekarang ini penanganan limfedema menuju ke arah preventif, salah satunya dengan deteksi dini melalui teknologi imaging fluorescence menggunakan ICG lymphography. ICG ini merupakan pencitraan yang sensitif untuk deteksi dini limfedema sehingga dapat segera dilakukan penanganan apabila ditemukan lebih awal.”
Baca juga: Gejala Kanker Payudara, Faktor Risiko dan Pengobatannya
“Saat ini tindakan bedah penanganan kanker payudara telah semakin advance untuk menurunkan morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Kemajuan tersebut adalah operasi minimal invasive seperti breast conserving surgery, biopsi kelenjar getah bening sentinel yaitu teknik operasi kelenjar getah bening daerah ketiak untuk mencegah limfedema, serta rekonstruksi payudara dengan bedah mikro,” ujar dr Bayu.
Prof. Abdul Muthalib, Sp.PD-KHOM, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hematologi Onkologi Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS), menambahkan, setelah operasi, tergantung hasil stadium patologi dan hasil pemeriksaan patologi dan immunohistokimia, mungkin diperlukan terapi tambahan (adjuvant therapy).
"Terapi tambahan bisa berupa kemoterapi, antibodi monoklonal, terapi hormonal juga radioterapi,” kata Prof. Abdul Muthalib, SpPD-KHOM.
Terapi radiasi kanker payudara
Sementara dr. Ratnawati Soediro, SpOnk.Rad, Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS), mengatakan, "Dokter juga dapat merekomendasikan terapi radiasi setelah operasi kanker payudara. Terapi radiasi kanker payudara dapat berlangsung dari tiga hingga enam minggu, tergantung pada kondisi klinis pasien."
"Dokter ahli onkologi radiasi akan menentukan teknik dan dosis radiasi yang terbaik berdasarkan kondisi klinis pasien, jenis kanker, stadium, dan lokasi tumor.”
dr. Ratna menambahkan, Mayapada Hospital memiliki pesawat Radioterapi LINAC (Linear Accelerator) yang memiliki keunggulan teknologi mutakhir terkini sehingga dapat mendistribusi sinar radiasi maksimal pada target sel kanker dan minimal pada sel jaringan sehat.
Radioterapi LINAC tersebut dapat melakukan advanced techniques termasuk verifikasi 4D apabila dibutuhkan, sehingga presisi dan akurasi meningkat, lebih nyaman, serta efek samping yang minimal. Keamanan pasien adalah fokus utama pelayanan kesehatan kami.
Oleh karena itu, pesawat LINAC Mayapada Hospital memberi proteksi khusus bagi organ jantung terutama pada kanker payudara kiri dengan teknik deep inspiration breath hold (DBIH).
Oncology Center Mayapada Hospital menyediakan layanan komprehensif dalam penanganan tumor dan kanker dengan peralatan terkini serta kolaborasi multi-spesialisasi dokter, mulai dari deteksi dini, diagnosis, terapi tindakan bedah, kemoterapi, imunoterapi dan radioterapi, hingga rehabilitasi medis saat proses penyembuhan.
Narasumber:
-
dr. Rizky Ifandriani Putri, Sp.PA
Dokter Spesialis Patologi Anatomi
Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS)
Lihat jadwal praktik di sini -
dr. Bayu Brahma, Sp.B (K) Onk
Dokter Spesialis Bedah Konsultan Onkologi
Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS)
Lihat jadwal praktik di sini -
Prof. Abdul Muthalib, Sp.PD-KHOM
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hematologi Onkologi
Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS)
Lihat jadwal praktik di sini -
dr. Ratnawati Soediro, Sp.Onk.Rad
Dokter Spesialis Onkologi Radiasi
Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS)
Lihat jadwal praktik di sini
tags :
Oncology Center Spesialis Kanker Kanker Payudara